Rabu, 27 Agustus 2014

Masalah dalam sholat jumat

DALAM SHALAT JUM’AT

1. Sebelum khotib naik mimbar, tidak ada adzan dan tidak ada shalat sunat qobla jum’at

Jawab:

Diriwayatkan bahwa ketika jamaah jum’at semakin banyak di Madinah maka Khalifah Utsman bin Affan ra menambahkan adzan jumat dengan dua adzan (Shahih Bukhari hadits No.870,871,874), maka menggunakan dua adzan ini merupakan sunnah hukumnya, karena Rasul saw telah bersabda : “Berpeganglah kalian pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin para pembawa petunjuk” (Shahih Ibn Hibbah, Mustadrak ala Shahihain). Diteruskan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib kw dan diteruskan oleh para Tabiin dan seluruh Madzhab. Maka tidak sepantasnya kita muslimin menghapuskan hal – hal yang telah dilakukan oleh para sahabat, karena sungguh mereka jauh lebih mengerti mana yang baik dijalankan dan mana yang tak perlu dijalankan, pengingkaran atas perbuatan sahabat berarti menganggap diri kita lebih mengetahui syariah dari mereka, dan hal ini merupakan pengingkaran atas hadits Rasul saw yang memerintahkan kita berpegang pada sunnah Beliau saw dan sunnah khulafa’urrasyidin, maka pengingkaran atas hal ini merupakan kesesatan dan kebodohan yang nyata.

Mengenai shalat dua rakaat sebelum jum’at hal itu adalah sunnah, sebagaimana teriwayatkan dari belasan hadits shahih yang menjelaskan bahwa Rasul saw melakukan shalat sunnah qabliyyah dhuhur dan ba’diyah dhuhur, dan para ulama dan muhadditsin berpendapat bahwa shalat jumat adalah pengganti dhuhur. Demikian para Muhadditsin dan ulama berpendapat bahwa pendapat yang kuat adalah qabliyah jumat merupakan sunnah. (Fathul Baari Almasyhur Juz 2 hal 426)

{ Ketika khotib duduk diantara dua khutbah, tidak ada shalawat }

Tidak pernah ada larangan shalawat diperbuat kapanpun dan dimanapun, shalawat boleh - boleh saja dibaca kapanpun dan dimanapun, silahkan munculkan ayat Alqur’an atau hadits shahih yang mengharamkan membaca shalawat dalam suatu munasabah tertentu? lalu bagaimana terdapat pelarangan dari apa yang tidak diharamkan Allah swt? ataukah ada syariah baru?

2. Ba’da shalat jum’at, imam tidak mempunyai kewajiban untuk memimpin do’a bagi makmum dengan suara kuat, silahkan imam dan jama’ah berdzikir, wirid dan do’a masing- masing

Jawab:

Selama hal itu baik tidak ada salahnya dilakukan, yang tak boleh dilakukan adalah hal – hal yang dilarang dan diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan tak pernah ada hadits dan ayat yang mengharamkan hal ini, maka mengharamkannya merupakan pengingkaran atas syariah.

3. Dalam shalat jum’at, tongkat yang selama ini dipakai oleh khotib, bukan merupakan sarana ibadah, hanya kebiasaan Khalifah Utsman, sekarang dapat ditinggalkan.

Jawab:

Perbuatan sahabat merupakan hal yang mesti kita jalankan hingga kini, termasuk diantaranya adalah penjilidan Alqur’an, sebagaimana tak satu ayat pun atau hadits yang memerintahkan Alqur’an untuk dibukukan dalam satu kitab, itu baru dilakukan dizaman Khalifah Abubakar ra, dan selesai pada masa Khalifah Utsman bin Affan ra, maka mereka yang merasa tak perlu mengikuti perbuatan Utsman bin Affan ra berarti mereka pun tak mengakui kitab Alqur’an yang ada hingga kini, karena penjilidannya baru dilakukan dimasa sahabat, satu hal yang sangat menyakitkan hati adalah kalimat : “hanya kebiasaan Khalifah Utsman dan sekarang dapat ditinggalkan”, seakan akan bagi mereka Amirulmukminin Utsman bin Affan ra itu tidak perlu dipanut, bukan seorang baginda mulia yang sangat agung disisi Allah sebagai Amirulmukminin, padahal beliau ini dimuliakan dan dicintai Nabi saw, dan kebiasaan itu diteruskan oleh Khalifah Ali kw dan seluruh Madzhab.

4. Sebelum khotib naik mimbar, tidak perlu pakai pangantar dan tidak perlu membaca hadits Nabi Saw tentang jangan berkata - kata ketika khotib sedang khutbah. Tetapi sampaikanlah bersamaan dengan laporan petugas masjid tentang laporan keuangan, petugas khotib dan imam, hal ini sebagai perangkat laporan administrasi masjid bukan proses ibadah dalam shalat jum’at.

Jawab:

Baru ini ada muncul ajaran yang mengatakan bahwa kabar laporan keuangan masjid jauh lebih baik dari hadits Nabi Muhammad saw.

Selasa, 19 Agustus 2014

Dalam upacara penguburan

DALAM UPACARA PENGUBURAN

Tinggalkan kebiasaan dalam shalat jenazah dengan mangajak jama’ah untuk mengucapkan kalimat bahwa “jenazah ini orang baik, khair - khair” Hal ini tidak pernah dilakukan Rasulullah Saw, dan tidak ada hadits sebagai pembimbing.

Jawab:

Ketika lewat sebuah jenazah dihadapan Rasul saw maka para sahabat memujinya dengan kebaikan, maka Rasul saw berkata : “semestinya.. semestinya.. semestinya..”, lalu tak lama lewat pula jenazah lain, dan para sahabat mengutuknya, maka Rasul saw berkata : “semestinya.. semestinya.. semestinya..”. maka berkatalah Umar bin Khattab ra mengapa beliau berucap seperti itu, maka Rasul saw menjawab : “Barangsiapa yang memuji jenazah dengan kebaikan maka sepantasnya baginya sorga, dan barangsiapa yang mengutuk jenazah dengan kejahatannya maka sepantasnya baginya neraka, kalian adalah saksi Allah di muka Bumi.., kalian adalah saksi Allah di muka Bumi.., Kalian adalah saksi Allah di muka Bumi..” (Shahih Muslim hadits No.949, Shahih Bukhari hadits No.1301),

lalu pula ketika dimasa Umar bin Khattab ra menjadi khalifah pun terjadi hal yang sama yaitu lewat jenazah maka orang – orang memujinya, maka Amirulmukminin Umar bin Khattab ra berkata : “sepantasnya..”, lalu lewat jenazah lain dan orang –orang mengumpatnya, maka Amirulmukminin Umar bin Khattab ra berkata : “sepantasnya..”. maka para sahabat bertanya dan berkata Amirulmukminin Umar bin Khattab ra : “tiadalah jenazah disaksikan 4 orang bahwa dia orang baik maka ia masuk sorga”, lalu kami bertanya : Bagaimana kalau 3 saja yang bersaksi?, beliau ra menjawab : “walaupun 3”. Lalu kami bertanya lagi : Bagaimana kalau 2 orang saja..??, maka beliau ra menjawab : “2 pun demikian”. Maka kami tak bertanya lagi. (Shahih Bukhari hadits No.1302). Oleh sebab itu sunnah kita mengucapkan : “khair..khair..” (orang baik.. orang baik..) pada jenazah dengan nash yang jelas dan shahih dari shahihain dll.

Apapun yang dijadikan fatwa, namun fatwa – fatwa diatas adalah batil dan tidak dilandasi pemahaman yang jelas dalam syariah islamiyah. Oleh sebab itu saya menilai bahwa segala fihak yang menyebarkan selebaran ini sebelum kami beri penjelasan seperti sekarang ini, maka ia turut bertanggung jawab atas kesesatan ummat yang membacanya.

Sumber: kenalilah aqidahmu 2

Minggu, 17 Agustus 2014

Orang tua rosulullah mati kafir

BENARKAH ORANGTUA RASUL SAW MATI MUSYRIK

Dalil – dalil yang mereka kemukakan itu sefihak, namun telah muncul dalam fihak lainnya yang menjatuhkan dalil mereka yang banyak teriwayatkan, sebagaimana dijelaskan bahwa Paman Nabi saw yang jelas – jelas menolak bersyahadat saat wafatnya.

Ketika ditanyakan pada Nabi saw :
“Apa yang kau perbuat untuk pamanmu Abu Thalib?, dahulu ia melindungimu, dan marah demi membelamu.., maka Rasul saw bersabda : “Dia di pantai api neraka, kalau bukan karena aku, niscaya ia di dasar neraka yang terdalam” (Shahih Bukhari Bab Manaqib pasal : Qisshah Abu Thalib hadits No.3594); (Shahih Muslim Bab Iman, pasal : syafaat Nabi saw Li Abi Thalib wattakhfiif hadits No. 308). (Hadits semakna pada Shahih Bukhari bab Adab pasal : Kunyah limusyrik hadits No.5740, Shahih Muslim Bab Al Hajj pasal : tahrimusshayd lilmuhrim)

Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy :

Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalaniy : “Berkata Imam Baihaqi di dalam penjelasan riwayat masalah Abu Thalib : tiada makna pengingkaran karena telah shahihnya riwayat ini, dan bentuknya menurutku bahwa syafaat pada kafir terhalang sebagaimana sampainya kabar yang jelas dan benar, bahwa tiada yang bisa memberi syafaaat pada kafir seorangpun, namun ini adalah makna umum bagi semua kafir, dan boleh saja ada kekhususan darinya bagi siapa yang telah dikuatkan kekhususan baginya (Rasul saw), Berkata sebagian mereka yang berpendapat bahwa balasan orang kafir daripada siksa adalah atas kekufurannya dan maksiatnya, maka boleh saja Allah mengurangkan sebagian dari siksa orang kafir, demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat, bukan karena pahala bagi orang kafir, karena pahalanya telah hapus karena kematiannya.” (Fathul Baari ABisyarah Shahih Bukhari Juz 11 hal 431).

Perhatikan ucapan Imam : “demi menenangkan hati sang Nabi saw pemberi syafaat”, lalu bagaimana dengan ayah bunda Nabi saw…???,

Diriwayatkan pula bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, Abu Lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah. Abu Lahab membebaskan Tsuwaibah karena gembira atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits No.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits No.13701, Syi’bul Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal 431).

Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.

Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, mimpi Pendeta Buhaira atas kebangkitan Rasul saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw, demikian pula mimpi Ibunda Rasul saw yg Allah ilhami untuk memberi beliau saw nama “Muhammad”, tentunya mustahil nama Muhammad itu datang dari bibir musyrik, Maka Imam - Imam di atas yang meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh Imam - Imam dan mereka tak mengingkarinya, bahkan berkata Imam Ibn Hajar dan Imam Assuyuthiy: “perlu pertimbangan untuk memungkiri itu karena telah diriwayatkan dalam Shahih Bukhari”, Karena memang Shahih Bukhari adalah kitab hadits tertinggi dan terkuat dari semua kitab hadits, dan Imam Bukhari digelari Sayyidul Muhadditsin (Raja para Ahli Hadits), gelar ini dikatakan oleh Imam Muslim yang kaget ketika melihat Imam Bukhari dapat menjawab dengan mudah permasalahan yang tak bisa dipecahkan olehnya, maka berkata Imam Muslim : “Izinkan aku mencium kedua kakimu Wahai Guru para Guru Ahli hadits, Wahai Raja para ahli hadits, Wahai Penyembuh hadits dari ilal nya..!”. (ilal adalah kesalah fahaman kesalah fahaman)

Dengan kejelasan diatas, bila Abu Thalib yang hidup dimasa Nabi dapat syafaat Rasul saw hingga teringankan siksanya, dan bahkan Raja semua kafir yaitu Abu lahab bahkan mendapat keringanan siksanya karena pernah membebaskan budaknya yaitu Tsuwaibah karena gembiranya menyambut kelahiran Nabi saw,

Namun pembahasan diatas adalah bagi yang telah jelas Nash (dalil) atas mereka bahwa mereka di neraka. Berbeda dengan ayah dan ibu Nabi saw, mereka bebas dari kemusyrikan dan neraka, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah, dan tak ada pula nash yang menjelaskan mereka menyembah berhala.

Satu hal yang buruk pada jiwa para wahabi, adalah mengumpat Nabi saw dengan pembahasan ini, naudzubillah dari jiwa busuk yang mengumpat Rasulullah saw, menuduh bunda Nabi Kafir musyrik, lalu bagaimana bila hal ini tak benar?, sungguh kekufuran akan balik pada mereka.

Saudaraku, beribu maaf, bila Amir tak jelas apakah ayah ibunya muslim atau kafir, lalu Zeyd menukil 100 cara untuk menjelaskan pada orang banyak bahwa ayah dan ibunya Amir adalah musyrik dan kafir, bukankah berarti Zeyd memusuhi Amir?, bukankah ini umpatan terburuk?, bukankah jelas - jelas Zeyd mengumpat Amir?, bukankah berarti ia musuh besar Amir?

Mereka berkata : Kami Taqlid pada para Mujtahid, ketahuilah Taqlid pada para mujtahid membutuhkan sanad, bukan taqlid pada buku. Dan pendapat yang shahih bahwa ayah bunda Nabi saw selamat karena tergolong ahlul fatrah, karena tak ada bukti bahwa mereka menyembah berhala. Mengenai hadits nabi saw : “Ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR. Shahih Muslim)

Kalimat “Abiy” dalam ucapan Nabi saw diatas tidak bisa diterjemahkan mutlak sebagai ayah kandung, sebagaimana firman Allah swt :
“Apakah kalian pernah menyaksikan ketika Berkata Ya’kub ketika akan wafat kepada putra - putranya : “apa yang akan kalian sembah setelah wafatku nanti?”, mereka menjawab : “Kami menyembah Tuhanmu, dan Tuhan ayah ayah mu yaitu Ibrahim, dan Ismail dan Ishaq dengan Tuhan yang Tunggal, dan kami orang -orang yang muslim pada Allah Swt” (QS. Al Baqarah :133).

Jelas sudah bahwa ayah dari Ya’qub hanyalah Ishaq, sedangkan Ibrahim adalah kakeknya dan Ismail adalah paman Ya’qub, namun mereka mengatakan : “ayah ayah mu” namun bermakna : “ayahmu, kakekmu, dan pamanmu”, Karena dalam kaidah bahasa arab acapkali terjadi ucapan ayah adalah untuk paman,

Berkata Al hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi dalam kitabnya Masalikul hunafaa’ fi abaway mustofa, bahwa Riwayat hadits Shahih Muslim itu diriwayatkan oleh Hammad, dan ia adalah Muttaham (tertuduh), dan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits lain darinya hanya ini (hadits seperti ini dinamakan hadits aahaad), dan riwayat hadits itu (ayahku dan ayahmu di neraka) adalah hadits riwayat Hammad sendiri, dan Hammad diingkari sebagai orang yang lemah hafalannya, dan ia terkelompok dalam hadits - hadistnya banyak diingkari, karena lemah hafalannya, Dan Imam Muslim tak punya riwayat lain dari Hammad kecuali dari Tsabit ra dari riwayat ini, dan telah berbeda riwayat lain yang lebih kuat dari Muammar yang juga dari Tsabit ra dari Anas ra dengan tidak menyebut lafadh : “ayahku dan ayahmu di neraka”, tapi dikatakan padanya bila kau lewat di kubur orang – orang kafir fabassyirhu binnaar”, (Jika kau melewati kuburan orang kafir maka kabar pada mereka bahwa mereka di neraka) dan riwayat ini Atsbat (lebih kuat) haytsu riwayat (dari segi riwayatnya), karena Muammar jauh lebih kuat dari Hammad, sungguh Hammad telah dijelaskan bahwa ia lemah dalam hafalannya dan pada hadits – haditsnya banyak yang terkena pengingkaran,

Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi : “ketika kabar dari aahaad bertentangan dengan Nash Alqur’an atau Ijma, maka wajib ditinggalkan dhohirnya” (Syarh Muhadzab Juz 4 hal 342)

Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn hajar Al Atsqalaniy yang menyampaikan ucapan Al Kirmaniy bahwa yang menjadi ketentuannya adalah Kabar Aaahaad adalah hanya pada amal perbuatan, bukan pada I’tiqadiyyah (Fathul baari Almasyhur Juz 13 hal 231)

Berkata Al hafidh Al Imam Assuyuthiy bahwa hadits shahih bila diajukan pada hadits shahih lain yang lebih kuat maka wajib penakwilannya dan dimajukanlah darinya dalil yang lebih kuat sebagaimana hal itu merupakan ketetapan dalam Ushul (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 66),

Berkata Imam Al Hafidh Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy bahwa hadits riwayat Muslim abii wa abaaka finnaar (ayahku dan ayahmu di neraka), dan tidak diizinkannya Nabi saw untuk beristighfar bagi ibunya telah MANSUKH (diubah dan terhapus) dengan firman Allah swt :“Dan kami tak akan menyiksa suatu kaum sebelum kami membangkitkan Rasul” (QS. Al-Isra : 15), rujuk (Masaalikul Hunafa fii abaway Mustofa hal 68) dan (Addarajul Muniifah fii abaai Musthifa hal 5 yang juga oleh beliau).

Dikeluarkan oleh Ibn Majah dari Ibrahim bin Sa’ad dari Zuhri dari Salim dari ayahnya yang berkata : “datanglah seorang dusun kepada Nabi saw (ya rasulullah inna abi kaana yasilul rraha wa kaana wa kaana..fa aina huwa?, qaala finnaar qaala : fa kaannahu wajada mindzalik faqaala: ya rasulullah fa aina abuuk?, faqaala saw haistu mararta fi qabr kafir fa bassyirhu binnaar, fa aslama a’rabiy ba’d faqaala law qad kallafani rasulullah saw taba’an, ma marartu bi qabr kafir illa bassyartuhu binnar)

Maka jelaslah bahwa Imam Muslim dan Imam Nawawi mengambil riwayat ini bukan bermaksud menuduh ayah kandung Nabi saw kafir, namun sebagai penjelas bahwa paman – paman Nabi saw ada banyak yang dalam kekufuran, karena menolak risalah Nabi saw, termasuk Abu Lahab.

Berkata Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy : Dikatakan oleh Al Qadhiy Abubakar Al A’raabiy bahwa orang yang mengatakan ayah bunda Nabi di neraka, mereka di Laknat Allah swt, karena Allah swt telah berfirman :

“Sungguh mereka yang menyakiti Allah dan Nabi-Nya mereka dliaknat Allah di dunia dan akhirat, dan dijanjikan mereka azab yang menghinakan” (QS Al Ahzab 57) maka berkata Qadhiy Abubakar tiadalah hal yang lebih menyakiti Nabi saw ketika dikatakan ayahnya di neraka.(Masalikul hunafa’ hal 75 li Imam Suyuti)

Adakah satu ucapan Imam Nawawi yang mengatakan bahwa Abdullah bin Abdul Muttalib dan Aminah adalah musyrik penyembah berhala? Tidak ada.

Bahkan Nabi saw sendiri menjelaskan bahwa bahwa ayah – ayahnya adalah suci, sebagaimana sabda beliau saw :
“aku Muhammad bin Abdillah bin Abdulmuttalib, bin Hasyim, bin Abdumanaf, bin Qushay, bin Kilaab, bin Murrah, bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinaanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudharr bin Nizaar, tiadalah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali aku berada diantara yang terbaik dari keduanya, maka aku lahir dari ayah ibuku maka tidaklah aku terkenai oleh ajaran jahiliyah, dan aku terlahirkan dari nikah (yang sah), tidaklah aku dilahirkan dari orang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku, maka aku adalah pemilik nasab yang terbaik diantara kalian, dan sebaik - baik ayah nasab”. (dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam dalail Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra). Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya Juz 2 hal 404. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Attabari dalam tafsirnya Juz 11 hal 76.

Dan riwayat yang menjatuhkan riwayat bahwa ayah bunda Nabi saw di neraka sangat banyak, dan jauh lebih shahih, diantaranya :
“Aku Nabi yang tak berdusta, aku adalah putra Abdul Muttalib” (Shahih Bukhari Bab Jihad wassayr hadits No.2652, hadits yang sama pada Bab Jihad wassayr.2662, Bab Jihad Wassayr 2713, Bab Jihad wasssayr 2815, Bab Maghaziy 3973, Bab Maghaziy 3974), juga hadits yang sama teriwayatkan pada Shahih Muslim Bab Jihad wassayr 3325, Bab jihad wassyar 3326, Bab Jihad Wassayr 3327.

Bila Abdulmuttalib kafir, maka adakah Nabi akan membanggakan kakeknya yang kafir dalam peperangan melawan kafir untuk menyemangati muslimin?, Dan anda lihat pula dalam hadits ini ayah bermakna kakek.

Demikian pula ucapan Nabi saw kepada Sa’ad bin Abi Waqqash ra di peperangan Uhud :

Dari Ali kw, tiada pernah kudengar Nabi saw mengumpulkan ayah bundanya untuk seseorang kecuali pada Sa’ad bin malik ra, dan sungguh aku mendengar beliau saw bersabdadi hari Uhud : Panahlah wahai sa’ad..!, jaminanmu ayah ibuku! (Shahih Bukhari Bab Jihad wassayr hadits no.2690, hadits yang sama pada Shahih Bukhari bab Maghaziy 3753)

juga hadits yang semakna diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash ra :
(Shahih Bukhari bab Maghaziy 3749. Shahih Bukhari bab adab 5716)

Berkata Sa’ad ra : “Rasul saw mengumpulkan aku dengan nama ayah ibunya dihari uhud ..!” (Shahih Bukhari hadits No.3750 Bab Maghaziy)

Riwayat yang sama pada Shahih Bukhari Bab Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqash)

Jelas sudah, mustahil Rasul saw menjadikan dua orang musyrik untuk disatukan dengan Sa’ad bin Abi Waqqash ra, dan mustahil pula Sa’ad ra berbangga –bangga namanya digandengkan dengan dua orang musyrik.

Maka riwayat riwayat shahih Bukhari diatas telah menjelaskan dengan sejelas -jelasnya bahwa ayah bunda Nabi saw mulia, dan bukan musyrik, dan berhak dibanggakan, radhiyallahu ‘anhuma, Keridhoan Allah swt atas Ayah bunda beliau saw.

Demikian kita lihat bagaimana saat saat kelahiran Nabi saw.. :

Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang – bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan di atas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang – benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang - benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana - Istana Romawi, inikah wanita Musyrik..?, Kafir…?

Sabda Nabi saw :“Bila berkata seseorang kepada saudaranya wahai kafir, maka akan terkena pada salah satu dari mereka” (Shahih Bukhari hadits No.5754).

Maka kiranya siapa yang berani mengambil resiko menjadi kafir, silahkanlah ia menuduh ayah bunda Nabi saw kafir.

Dan pembahasan ini saya tutup bagi yang membantah namun tak bisa menyebutkan sanadnya kepada para Muhaddits, karena mereka yang tak memiliki sanad kepada Imam Imam itu maka hujjahnya Maqtu’, sanadnya terputus, dan fatwanya tidak diakui dalam Syariah Islam, maka ketika dua pendapat berselisih, yang lebih Tsiqah dan Kuat adalah yang mempunyai sanad kepada Imam - Imam tersebut.

Sumber: kenalilah aqidahmu 2 

Bayi tabung menurut islam

HUKUM BAYI TABUNG

Hukum bayi tabung dan bagaimana nasabnya ada 4 cara haram dan 2 cara halal.

4 cara yang haram :

1.Pembuahan luar dari sperma suami dan sel telur perempuan lain kemudian dimasukkan ke rahim isteri

2.Pembuahan luar dari sperma laki – laki lain dan sel telur isteri kemudian dimasukkan ke rahim isteri

3.Pembuahan luar dari sperma suami dan sel telur isteri kemudian dimasukkan ke rahim perempuan lain, walaupun dengan bayaran.

4.Pembuahan luar dari sperma laki – laki lain dan sel telur perempuan lain kemudian dimasukkan ke rahim Isteri.

2 cara yang halal / diperbolehkan :

1.Pembuahan luar dari sperma suami dan sel telur isteri kemudian dimasukkan ke rahim Isteri

2.Mengambil sperma dari suami kemudian dimasukkan ke farj isteri atau ke rahim isteri (pembuahan dalam)

Keempat cara yang diharamkan dan dilarang karena menyebabkan ikhtilat atau kekacauan nasab. Dua cara yang diperbolehkan karena hajat / kebutuhan dan nasab kembali ke kedua orang tua. (fiqh islami wa adillatuhu oleh wahbah zuhaili juz 7 hal 5099).

Sumber : kenalilah aqidahmu 2

Hukum qabliyah jumat

HUKUM QABLIYAH JUM’AT

Sebagaimana saya sering jelaskan, bahwa mereka itu hanya bisa mengunting dan menambal, mereka menggunting ucapan para ulama dengan tujuan debat saja, ucapan Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar itu ada kelanjutannya pada halaman yang sama, memang ucapan itu adalah fatwa Imam Ibn hajar, yang juga menjelaskan fatwa Hujjatul Islam Al Imam Nawawi, namun Huujatul Islam Al Imam Ibn Hajar menjelaskan pula setelah itu bahwa “hal yang terkuat yang dijadikan dalil bagi shalat Qabliyyah jum’at adalah merupakan hujjah umum sebagaimana hadits yang dishahihkan oleh Ibn Hibban dari hadits Abdullah bin Zubair dengan riwayat Marfu : “Tiadalah shalat fardhu terkecuali sebelum dan sesudahnya terdapat shalat sunnah yaitu Qabliyah dan Ba’diyah (Fathul Baari Al Masyhur Juz 2 hal 426).

Dijelaskan pula bahwa mereka yang melarang itu mereka tak punya dalil pelarangan kecuali larangan shalat diwaktu zawal, namun dari segi umum, sedangkan secara khusus maka hari jum’at memiliki kekhususan tersendiri, dan larangan akan hal itu secara mutlak tidak berlandaskan dalil, maka kesimpulannya shalat Qabliyah Jum’at merupakan hal yang dianjurkan melakukannya (Aunul Ma’bud Juz 3 hal 335).

Berkata Al Muhaddits Al Imam Ibn Majah ra : “mengenai shalat Qabliyah Jumat merupakan hal yang kuat untuk diperbuat (tsabitah), walaupun diingkari oleh sebagian Muhadditsin” (Sunan Ibn Majah hadits No.1130 juz 1 hal 79).

Demikian hal ini merupakan Ikhtilaf para Muhadditsin, dan dalam madzhab syafii melakukannya, maka bagi yang tak ingin melakukannya mereka tak punya sandaran untuk mengharamkannya, cuma mereka saja meributkan hal – hal remeh seperti ini.

Sebagaimana sabda Nabi saw bahwa akan muncul kelak suatu kaum, membaca dan mempelajari Alqur’an namun tak melebihi tenggorokannya, mereka menjauh dari agama sebagaimana menjauhnya anak panah dari busurnya, mereka memerangi orang muslim dan membiarkan penyembah berhala, bila kujumpai mereka akan kuperangi sebagaimana diperanginya kaum ‘aad (Shahih Bukhari hadits No.3166)

Anda lihat mereka mereka itu? mereka tak ribut mengenai penyembah berhala, mereka justru memerangi muslimin yang rukuk dan sujud pada Allah.

Kaum wahabisme sibuk mengharamkan hal yang tak ada nash untuk dilarang, kenapa ribut melarang orang melakukan qabliyah jumat? kapan para wahabi melarang orang menyembah berhala?

Kapan mereka ini dakwah ke Bali mengajak mereka untuk masuk Islam? Saya ke Bali saya temukan disana para wahabi sibuk memerangi tahlil dan maulid, mereka tak berdakwah pada hindu, tapi sibuk merebut masjid ahlussunnah waljamaah, saya ke Manokwari Irian Jaya, kota yang akan dijadikan kota injil, namun mereka sibuk memerangi kyai – kyai yang maulidan, demi memerangi orang – orang yang baca ratib di masjid – masjid, mereka biarkan rumah peribadatan dibangun dengan megahnya dan terus berkembang di wilayah muslimin, mereka tak perduli itu, mereka sibuk dengan memusyrikkan orang muslim. Mereka hanya sibuk memfitnah para ahli tauhid sebagai musyrik, padahal Nabi saw telah marah pada Usamah bin Zeyd ra yang membunuh seorang jahat dari kaum kafir yang berpura – pura syahadat, tentunya kita percaya pada Usamah bin Zeyd, mustahil ia membunuh orang yang bersyahadat dengan sungguh – sungguh, pastilah ia membunuh karena orang itu berpura – pura, sebagaimana ucapan Usamah ra : dia hanya berpura - pura wahai Rasulullah.., namun Rasul saw menjawab : Apakah kau belah dadanya..??, (Shahih Muslim)

Menunjukkan bahwa bila seorang sudah mengucap syahadat maka haramlah menuduhnya musyrik, lalu bagaimana dengan wahabi yang ribut memusyrikkan orang yang istighatsah padahal Istighatsah adalah sunnah, tawassul adalah sunnah, ziarah kubur adalah sunnah, tabarruk adalah sunnah, lalu wahabi dengan kedangkalan pemahamannya mengingkari itu semua.

Sumber:kenalilah aqidahmu 2

Sabtu, 16 Agustus 2014

Karomah para sahabat

KERAMAT PARA SAHABAT

Ketika Khalifah Umar bin Khattab ra sedang berkhutbah jum’at, tiba – tiba ditengah khutbahnya ia berseru dengan kerasnya : Wahai Sariah bin Hashiin.., keatas gunung.. keatas gunung..!, maka kagetlah para sahabat lainnya, kenapa Khalifah berkata demikian?, apa maksudnya?, sebulan kemudian kembalilah Sariah bin Hashiin dari peperangan bersama pasukan sahabat lainnya, mereka bercerita saat mereka terdesak dalam peperangan mereka mendengar suara Umar bin Khattab ra yang tak terlihat wujudnya, teriakan itu adalah : Wahai Sariah bin Hashiin.., keatas gunung.. keatas gunung..!, maka kami naik keatas gunung dan berkat itu kami memenangkan peperangan (Durrul muntatsirah fil ahaditsil Masyhurah oleh Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi Juz 1 hal 22, Al Ishabah Juz 3 hal 6, Tarikh Attabari Juz 2 hal 553).

Menunjukkan bahwa Khalifah Umar ra diberi kemuliaan oleh Allah swt mengawasi hal - hal yang terjadi di wilayah lainnya, ia mengomandoi mereka dan lebih tahu mana yang terbaik bagi mereka daripada mereka yang berhadapan langsung dengan musuh.

KERAMAT PARA SAHABAT RIWAYAT SHAHIH BUKHARI

Riwayat lain ketika 2 orang sahabat di malam yang gelap keluar dari menghadap Rasul saw, maka terlihatlah dua cahaya menerangi mereka, cahaya itu terus mengikuti mereka hingga mereka berpisah maka dua cahaya itupun berpisah, sampai mereka masuk kerumahnya masing – masing (Shahih Bukhari Bab Manaqib)

Riwayat lain ketika salah seorang sahabat membaca surat Alkahfi disuatu malam maka ia melihat keledainya melarikan diri, maka ketika ia selesai shalat ia melihat kabut yang menyelimuti sekitar, maka keesokan harinya ia menceritakannya pada Rasul saw maka Rasul saw berkata : Bacalah terus wahai fulan, sungguh itu adalah ketenangan yang turun sebab Alqur’an (Shahih Bukhari Bab Alamat Nubuwwah fil islam)

Riwayat lain ketika Abubakar Asshiddiq diberkahi makanan untuk tamu – tamu dirumahnya, hingga tamu – tamunya menyaksikan bahwa setiap mereka memakan makanan itu namun makanan itu tidak berkurang (Shahih Bukhari Bab Samar Ma’addhaif)

Riwayat lainnya Rasul saw bersabda : “Wahai Umar, tiadalah syaitan berpapasan denganmu di suatu jalan kecuali ia akan menghindar mencari jalan yang bukan jalanmu” (Shahih Bukhari Bab Manaqib Umar bin Khattab ra), berkata Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy bahwa dalam hadits ini terkandung makna bahwa Ma’shum adalah hal yang wajib bagi para Nabi, namun merupakan hal yang bisa saja terjadi (tidak mustahil) bagi selain Nabi, dan bukan hanya Umar ra yang mencapai derajat ini namun banyak yang lainnya (Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari Bab Manaqib Umar).

Riwayat lainnya sabda Rasulullah saw : Tiadalah bayi bercakap cakap terkecuali 3, Isa bin Maryam (as), dan di Bani Israil seorang lelaki bernama Jureij, ketika sedang shalat datanglah ibunya memanggilnya, seraya berkata dalam hatinya : Apakah aku menjawabnya atau meneruskan shalat?, maka Ibundanya marah dan berdoa : Wahai Allah jangan kau matikan ia hingga kau perlihatkan padanya wajah pelacur, maka suatu ketika Jureij di tempat khalwatnya dan datanglah padanya seorang wanita mengajaknya berzina, maka ia menolak, lalu pelacur itu mendatangi seorang penggembala dan kemudian berzina dengannya, maka wanita itupun hamil dan melahirkan bayi lelaki, maka wanita itu berkata ini adalah dari perbuatan Jureij..!, maka penduduk marah dan menghancurkan rumah ibadahnya, menyeretnya dan mencacinya, maka ia berwudhu dan shalat, dan mendatangi bayi itu dan berkata : Siapa ayahmu..?!, maka Bayi itu berkata : Ayahku adalah Penggembala, maka mereka berkata : Kami akan membangun rumah ibadahmu dari emas..??, maka ia berkata, tidak.., cukup dari tanah!. Yang ketiga adalah ketika seorang wanita menyusui anaknya dari Bani Israil, maka lewatlah seorang pria berwibawa dan penguasa, maka ibu itu berkata : Wahai Allah jadikan anakku sepertinya!, maka anak itu melepaskan susu ibunya dan menjawab : Wahai Allah jangan jadikan aku sepertinya!, lalu ia kembali menyusu, dan berkata Abu Hurairah : seakan - akan aku melihat pada Nabi saw yang menghisap jarinya (mempercontohkan hikayat), lalu lewatlah seorang Budak, dan ibunya pun berkata : Wahai Allah jangan jadikan anakku sepertinya!, maka Bayinya melepaskan susunya dan berkata : Wahai Allah jadikanlah aku sepertinya!, (berkata ibunya) mengapa begitu?, bayinya berkata : Orang pertama adalah penguasa bengis, dan Budak itu adalah dituduh pencuri, pezina, dan ia tak melakukannya” (Shahih Bukhari Bab Ahaditsul Anbiya).

Riwayat hadits ibu yang menyusui bayi diatas menunjukkan bolehnya Allah memberikan keramat pada wali sejak ia masih bayi, sudah dapat tahu takdir orang, tahu siapa orang itu sebenarnya, dan mengetahui hal yang ghaib, maka jika ada habaib atau ulama yang dikatakan sudah keramat dan jadi wali Allah sejak bayinya. Semacam Imam Abubakar bin Salim Fakhrul wujud dan lainnya, maka telah jelas diriwayatkan dalam Shahih Bukhari mengenai akan dalilnya. Dijelaskan oleh Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy bahwa bukan hanya 3 ini saja dan hadits ini merupakan penjelasan bahwa hal itu ada, dan tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi pada selain 3 bayi tersebut.

Riwayat lainnya bahwa Khubaib ra ketika ditangkap oleh Bani Harits , (dalam riwayat yang panjang), bahwa Putri dari Al Harits berkata : Tak pernah kulihat tawanan pun yang lebih baik dari Khubaib (ra), sungguh telah kusaksikan ia makan buah anggur sedangkan di Makkah saat itu tak ada sama sekali buah -buahan, dan ia didalam penjara Besi, dan itu adalah Rizki yang diberikan oleh Allah swt (Shahih Bukhari Bab Jihad wassayr).

Riwayat lainnya bahwa seorang dari penduduk Kufah mengadukan kepada Khalifah Umar ra tentang Sa’ad bin Abi Waqqash ra, maka diutuslah bersamanya seorang pengintai yang bertanya tentang Sa’ad di Kufah, maka ia berkeliling di masjid Kufah dan tak ada yang menyaksikan kecuali kebaikan Sa’ad ra, maka berkatalah seorang lelaki yang dikenal dengan nama Aba Sa’dah : Jika kau bertanya pada kami maka sungguh Sa’ad (ra) tidak membagi dengan adil, dan banyak lagi fitnahnya pada Sa’ad ra, maka berkatalah Sa’ad (ra) “Wahai Allah jika ia dusta maka panjangkan usianya, dan panjangkan kemiskinannya, dan munculkan atasnya fitnah - fitnah”. Maka berkata Ibn Umair ra kulihat ia tua renta hingga kedua alisnya sudah hampir menutup kedua matanya karena sangat tua, dan sangat miskin, dan mengejar – ngejar para wanita di jalanan seraya memegang – megangnya, jika ditanya padanya : Kenapa kau berbuat ini??, ia menjawab : Aku adalah si tua renta yang terkena fitnah karena doa Sa’ad (ra). ( Shahih Bukhari Bab Adzan)

RIWAYAT TSIGAH LAINNYA TENTANG KERAMAT PARA SAHABAT DAN IMAM -IMAM

Berkata Imam Al Khazin : telah diriwayatkan dari Abu Sa’id Alkhudri ra Sungguh Rasulullah saw bersabda : “hati – hatilah pada firasat orang mukmin, sungguh (firasat) dia itu melihat dengan Cahaya Allah” (diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya Attaarikh, dan Ibn Jarir, Ibn Hatim, Ibn Sunniy, Abu Nu’aim, dan diriwayatkan pula oleh Imam Attirmidziy dan Imam Attabrani, dan diriwayatkan pula oleh Ibn Jarir dari Ibn Umar ra)

Dan pada para ulama dan para pemilik anugerah, bahwa pada firasat mereka teriwayatkan dengan kabar dan riwayat yang masyhur, diantaranya dikatakan oleh Al hafidh pada kitabnya “Tawaali Atta’sis” berkata Assaajiy, berkata padaku Abu Dawud, berkata kepadaku Qutaybah, berkata pada Abdu Hamiid, aku keluar bersama Imam Syafii dari Makkah, maka kami bertemu seorang lelaki di Abtah, maka kukatakan pada Imam Syafii : “Tebak keberadaan lelaki itu..?”, maka berkata Imam Syafii : “Dia itu tukang kayu, atau penjahit!”, maka kutanya pada lelaki itu seraya berkata : “Dulu aku tukang kayu dan sekarang penjahit”.

Diriwayatkan pula oleh Al Hakim dari riwayat lain, dari Qutaybah berkata : “Kulihat Muhammad bin Alhasan dan Imam Syafii duduk berdua diteras Ka’bah, maka lewatlah seorang lelaki, maka berkatalah salah satu dari mereka : “kemarilah kami akan menebak pekerjaanmu, maka berkata salah satu dari mereka (Muhammad bin Alhasan dan Imam Syafii) engkau adalah Penjahit!, dan berkata yang lainnya : Engkau adalah tukang kayu!, maka berkata orang itu : “dulu aku penjahit dan sekarang tukang kayu”.

Berkata Al Hafidh : sanad kedua riwayat diatas shahih. (Tuhfatul ahwadziy bisyarh Jami Tirmidziy Bab : Min Suuratil Hijr Juz 8 /556)

Diriwayatkan berkenaan syarh hadits firasah, bahwa Ustman bin Affan ra dikunjungi beberapa sahabatnya, dan diantara mereka memandang pada seorang wanita, maka berkata Utsman bin Affan ra : “salah satu dari kalian masuk ke rumahku dengan mata yang berzina!”, maka berkatalah seorang dari mereka dengan kagetnya : “Apakah ada wahyu setelah Rasulullah..??” (maksudnya pembicaraan yang membuka masalah gaib dan tersembuny atau kasyaf), maka berkata Utsman bin Affan ra: “Bukan wahyu, namun firasat yang benar!”. (Syarh Musnad Abi Hanifah juz 1 /566).

Kamis, 14 Agustus 2014

Foto ulama dan kuburan dimasjid

FOTO ULAMA DAN KUBURAN DI MASJID

Justru penipuan syaitan yang menyesatkan mereka hingga bertolak belakang dari Ahlussunnah waljamaah, dan Rasul saw bersabda : “Barangsiapa yang memisahkan diri sejengkal dari jamaah muslimin, lalu mereka wafat, maka akan wafat dalam kematian jahiliyah” (Shahih Bukhari).

Sifat penentangan dan penuduhan dan kebencian atas orang – orang yang mengagungkan ulama, adalah sifat warisan Iblis, sebagaimana Iblis adalah ahlussujud, beribu tahun ia tak menyekutukan Allah swt, namun Iblis tak mau memuliakan orang yang dimuliakan Allah, padahal jika Iblis disuruh sujud pada Allah maka ia pasti taat pada Allah swt, namun Iblis tak mau memuliakan orang yang mulia, ia tak mau sujud pada makhluk, ia tak merasa sama dengan Adam as bahkan lebih mulia, ia tak mau memandang bahwa Adam as ini walau dicipta dari tanah namun ia dimuliakan Allah swt.

Dan Adam as dimuliakan Allah dengan ilmu yang melebihi Iblis dan para malaikat, sebagaimana firman Nya swt : Dan Allah mengajari Adam akan nama nama (nama nama ciptaan Nya swt) kesemuanya, lalu Allah menunjukkan itu semua kepada para malaikat dan berkata : Kabarkan pada-Ku nama nama ini semua?, mereka (malaikat) menjawab : Maha Suci Engkau, kami tak memiliki ilmu kecuali yang Kau ajarkan, sungguh Engkau Maha Mengetahui dan Maha Menghakimi, maka Allah swt berkata pada Adam (as) : Wahai Adam, kabarkan pada mereka (para malaikat) tentang nama nama itu…dst (QS. Al Baqarah : 30 -33).

Demikianlah sifat Iblis, dan sifat ini terwariskan, mereka menentang memuliakan Rasul saw dan ulama, padahal para sahabat sangat mengagungkan Rasul saw, mereka berebutan air bekas wudhu Rasulullah saw dan mengusapkannya ke wajah dan tangannya (Shahih Bukhari), mereka juga berebutan rambut Rasulullah saw (Shahih Bukhari) dan banyak lagi tentang pengagungan para sahabat pada Nabi saw (mengenai belasan riwayat shahih akan ini silahkan rujuk artikel kami yang berjudul : TABARRUK yang dapat dilihat di buku ini Bab Tabarruk.

Mereka terus memerangi orang muslim, yang sholat, puasa, zakat, haji dll, mereka dianggap musyrik hanya karena memajang foto orang shalih, padahal mereka sama sekali tak menyembahnya, atau berziarah kubur yang itu jelas – jelas sunnah, namun dikatakan musyrik.

Sepanjang adanya foto orang shalih di ummat ini yang memajangnya adakah yang menganggapnya Tuhan? lalu ada apa dengan penuduhan musyrik ini?,

Sabda Rasulullah saw :“Maukah kalian kuberitahu tentang yang termulia diantara kalian?, mereka adalah yang jika dilihat wajahnya akan membuat orang mengingat Allah” (Adabul Mufrad oleh Imam Bukhari)

Ummat - ummat terdahulu menyembah patung, lalu muslimin sujud pula pada Ka’bah, bukankah Ka’bah itu batu? kenapa sujud padanya? Rasul saw sudah mengarahkan kiblat ke Ka’bah saat ka’bah masih dipenuhi ratusan patung, baru setelah Fatah Makkah patung - patung itu dibersihkan.

Lalu mengapa malaikat diperintah sujud pada makhluk?,dalam peristiwa ini menurut versi pemikiran mereka, maka yang tauhidnya suci hanyalah Iblis, karena hanya Iblis yang tak mau sujud pada makhluk, dan para malaikat itu semuanya musyrik, karena sujud pada makhluk.

Rasul saw bersabda : “Aku tidak takut kemusyrikan menimpa kalian, yang kutakutkan adalah keluasan dunia yang menimpa kalian hingga kalian saling hantam memperebutkannya” (sebagaimana salah satu Negara muslim yg berakidah ini, kaya raya dan membayar pasukan non muslim untuk membantai saudara muslimnya demi minyak dan kekayaan duniawi, dan mereka tak menyadarinya namun memusyrikkan orang muslim ) (Shahih Bukhari).

Jelaslah sudah bahwa Rasul saw telah menjawab seluruh fitnah mereka, bahwa Rasul saw tak merisaukan syirik akan menimpa ummatnya, hanya Iblis saja yang tak rela muslimin memuliakan ulama, Iblis ingin muslimin ini sama sama dengannya, tak memuliakan siapapun selain Allah swt, namun justru tempat mereka adalah kekal di neraka.

Maka mengenai foto tsb, ia bukanlah lukisan, karena foto adalah bukan guratan tangan tapi merupakan bayangan yang ditangkap oleh cahaya, dan direkam di foto, maka hukumnya bukan lukisan, tak bisa disamakan sebagaimana orang yang shalat dibelakang imam, tak bisa disamakan dengan orang yang bermakmum pada imam yang di masjidil haram lewat TV, tentunya tidak sah shalatnya , demikian pula lukisan tangan jika dibandingkan dengan foto.

Dan dengan semaraknya foto - foto non muslim dan fasiq di jalan - jalan dan di televisi dan dimana - mana, maka sangat mulia jika foto - foto para shalihin juga ditampilkan, agar jangan mata muslimin terus terkotori dengan aurat non muhrim, atau memuliakan wajah orang yang tidak pernah sujud pada Allah, maka selayaknya kita kenalkan foto - foto shalihin.

1. Berkata Guru dari Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu Imam Syafii rahimahullah

“Makruh memuliakan seseorang hingga menjadikan makamnya sebagai masjid, (*Imam syafii tidak mengharamkan memuliakan seseorang hingga membangun kuburnya menjadi masjid, namun beliau mengatakannya makruh), karena ditakutkan fitnah atas orang itu atau atas orang lain, dan hal yg tak diperbolehkan adalah membangun masjid diatas makam setelah jenazah dikuburkan, Namun bila membangun masjid lalu membuat didekatnya makam untuk pewakafnya maka tak ada larangannya”. Demikian ucapan Imam Syafii (Faidhul qadir Juz 5 hal.274).

2. Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalaniy : “hadits - hadits larangan ini adalah larangan shalat dengan menginjak kuburan dan diatas kuburan, atau berkiblat ke kubur atau diantara dua kuburan, dan larangan itu tak mempengaruhi sahnya shalat, (*maksudnya bilapun shalat diatas makam, atau mengarah ke makam tanpa pembatas maka shalatnya tidak batal), sebagaimana lafadh dari riwayat kitab Asshalaat oleh Abu Nai’im guru Imam Bukhari, bahwa ketika Anas ra shalat di hadapan kuburan maka Umar ra berkata : kuburan..kuburan..!, maka Anas melangkahinya dan meneruskan shalat dan ini menunjukkan shalatnya sah, dan tidak batal. (Fathul Baari Almayshur juz 1 hal 524).

3. Berkata Imam Ibn Hajar : “Berkata Imam Al Baidhawiy : ketika orang yahudi dan nasrani bersujud pada kubur para Nabi mereka dan berkiblat dan menghadap pada kubur mereka dan menyembahnya dan mereka membuat patung patungnya, maka Rasul saw melaknat mereka, dan melarang muslimin berbuat itu, tapi kalau menjadikan masjid di dekat kuburan orang shalih dengan niat bertabarruk dengan kedekatan pada mereka tanpa penyembahan dengan merubah kiblat kepadanya maka tidak termasuk pada ucapan yang dimaksud hadits itu” (Fathul Bari Al Masyhur Juz 1 hal 525)

4. Berkata Imam Al Baidhawiy : bahwa Kuburan Nabi Ismail as adalah di Hathiim (disamping Miizab di ka’bah dan di dalam masjidilharam) dan tempat itu justru afdhal shalat padanya, dan larangan shalat di kuburan adalah kuburan yang sudah tergali (Faidhulqadiir Juz 5 hal 251)

Kita memahami bahwa Masjidirrasul saw itu didalamnya terdapat makam beliau saw, Abubakar ra dan Umar ra, masjid diperluas dan diperluas, namun bila saja perluasannya itu akan menyebabkan hal yang dibenci dan dilaknat Nabi saw karena menjadikan kubur beliau saw ditengah - tengah masjid, maka pastilah ratusan Imam dan Ulama dimasa itu telah memerintahkan agar perluasan tidak perlu mencakup rumah Aisyah ra (makam Rasul saw)

Perluasan adalah di zaman khalifah Walid bin Abdulmalik sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, sedangkan Walid bin Abdulmalik dibai’at menjadi khalifah pada 4 Syawal tahun 86 Hijriyah, dan ia wafat pada 15 Jumadil Akhir pada tahun 96 Hijriyah.

Lalu dimana Imam Bukhari? (194 H - 256 H), Imam Muslim? (206 H – 261H), Imam Syafii? (150 H – 204 H), Imam Ahmad bin Hanbal? (164 H – 241 H), Imam Malik? (93 H – 179 H) dan ratusan imam imam lainnya?, apakah mereka diam membiarkan hal yang dibenci dan dilaknat Rasul saw terjadi di Makam Rasul saw?, lalu Imam - Imam yang hafal ratusan ribu hadits itu adalah para musyrikin yang bodoh dan hanya menjulurkan kaki melihat kemungkaran terjadi di Makam Rasul saw??, munculkan satu saja dari ucapan mereka yang mengatakan bahwa perluasan Masjid Nabawiy adalah makruh. apalagi haram.

Justru inilah jawabannya, mereka diam karena hal ini diperbolehkan, bahwa orang yang kelak akan bersujud menghadap Makam Rasul saw itu tidak satupun yang berniat menyembah Nabi saw, atau menyembah Abubakar ra atau Umar bin Khattab ra, mereka terbatasi dengan tembok, maka hukum makruhnya sirna dengan adanya tembok pemisah, yang membuat kubur - kubur itu terpisah dari masjid, maka ratusan Imam dan Muhadditsin itu tidak melarang perluasan masjid Nabawiy, bahkan masjidil Haram pun berkata Imam Baidhawiy bahwa kuburan Nabi Ismail adalah di Masjidil Haram.

Kesimpulannya: larangan membuat masjid diatas makam adalah menginjaknya dan menjadikannya terinjak injak, ini hukumnya makruh, ada pendapat mengatakannya haram.Tentunya jawabannya bahwa yang dilarang adalah jika untuk penyembahan maka hancurkanlah, jika untuk tabarruk maka hal itu boleh –boleh saja.

Dijelaskan pada kitab Mughniy Almuhtaj fi Syarahil Minhaj oleh AI Imam khatiib syarbiniy bab washaya bahwa diperbolehkan membangun kuburan para Nabi atau Shalihin, demi menghidupkan syiar dana mengambil keberkahan.

Disebutkan pula pada Kitab Raudhatuttaibin oleh Hujjatul Islam Al Imam Nawawi Bab Washaya : Diperbolehkan untuk Muslim atau kafir dzimmiy (kafir dzimmiy adalah kafir yang tak memusuhi atau memerangi muslimin) untuk berwasiat membangun Masjidil Aqsha, atau masjid lainnya, atau membangun kubur para Nabi dan para shalihin untuk menghidupkan syiar dan bertabarruk padanya.

Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar ra bila datang dari perjalanan dan tiba di Madinah maka ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi saw seraya berucap : Assalamualaika Yaa Rasulallah, Assalamualaika Yaa Ababakar, Assalamualaika Ya Abataah (wahai ayahku)”. (Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits No.10051)

5. Berkata Abdullah bin Dinar ra : Kulihat Abdullah bin Umar ra berdiri di kubur Nabi saw dan bersalam pada Nabi saw lalu berdoa, lalu bersalam pada Abubakar dan Umar ra” (Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits No.10052).

Sumber:kenalilah aqidamu 2